BIOMA UNDIP

Situsnya Anak Biologi 2005 FMIPA UNDIP

Archive for the ‘Fisiologi Produksi Hewan’ Category

Budaya Minum Susu dan Peringkat SDM Kita

Posted by Bioma pada 4 Juni, 2008

Budaya Minum Susu dan Peringkat SDM Kita
Gizi.net – Budaya minum susu secara tidak langsung diperkenalkan oleh penjajah Belanda. Namun, pada saat itu kita sebagai inlander hanya sekadar melihat dan mungkin meneteskan air liur melihat bangsa penjajah menikmati susu. Sementara, bangsa Indonesia harus berjuang keras untuk merebut kemerdekaan sehingga makan pun hanya seadanya. Minum susu hanyalah sekadar mimpi di zaman itu.Tertanam di benak kita bahwa kalau ingin mempunyai postur tinggi besar seperti orang Belanda dan ingin berkuasa seperti bangsa penjajah, maka minumlah susu.

Pada awal tahun 1950-an Prof Poorwo Sudarmo (Bapak Gizi Indonesia) mencetuskan empat sehat lima sempurna dengan menempatkan susu pada urutan terakhir. Karena ada kata sempurna, maka seolah-olah susu adalah penyempurna makanan kita sehari-hari. Padahal, barangkali saja susu diletakkan di urutan terakhir karena bangsa kita belum begitu mengenal susu dan juga susu masih merupakan barang langka yang harganya mahal.

Saat ini konsumsi susu bangsa Indonesia, meski sudah merdeka 57 tahun, ternyata masih sangat rendah yaitu hanya 5,10 kg/kap/tahun. Kalau kita telusur tren konsumsi susu dari tahun ke tahun, tampaknya memang ada kemajuan. Namun, kemajuan tersebut relatif lambat. Pada tahun 1970 konsumsi susu penduduk Indonesia hanya 1,82 kg/kap/ tahun, sepuluh tahun kemudian menjadi 4,36 kg (1980).

Krisis ekonomi berdampak buruk pada kemampuan masyarakat untuk membeli susu. Puncak konsumsi susu yang dicapai pada tahun 1995 (6,99 kg/kap/tahun) terus merosot hingga menjadi 5,10 kg/kap/tahun (1998). Konsumsi pangan hewani lainnya (telur dan daging) juga menurun pascakrisis ekonomi.

Angka-angka tadi bisa diterjemahkan dalam ukuran rumah tangga yaitu pada tahun 1998 rata-rata bangsa Indonesia hanya minum susu 1/2 gelas per minggu (14 gr/hari), satu butir telur/minggu (7 gr/hari), dan dua potong daging/minggu (20 gr/hari). Itulah cermin konsumsi makanan bergizi yang selama ini dimakan oleh masyarakat kita. Kita tidak bisa berharap terlalu banyak bahwa bangsa kita akan menjadi bangsa yang unggul dengan kualitas yang baik, apabila konsumsi makanan sehari-hari sangat minim akan pangan hewani asal ternak yang secara gizi berkualitas.

Budaya minum susu yang masih sangat rendah bisa dipahami dari beberapa segi.

Pertama, susu masih dianggap barang luks yang harganya mahal. Saat ini harga susu sekitar Rp 1.800 per liter atau setara dengan harga 1/2 kg beras. Di tengah kehidupan yang semakin sulit akibat krisis berkepanjangan, maka dapat dimaklumi kalau mayoritas masyarakat Indonesia lebih mementingkan membeli pangan sumber karbohidrat daripada sumber protein/mineral. Yang penting perut seluruh anggota keluarga bisa kenyang, sementara gizi adalah urusan belakangan.

Mahalnya harga susu mungkin disebabkan oleh sistem peternakan sapi perah di Indonesia yang belum efisien. Dan hal ini terjadi karena sapi perah sebenarnya berasal dari negara-negara subtropis, sehingga ketika harus berproduksi di negara tropis seperti Indonesia susu yang dihasilkan tidak sebanyak seperti di negara asalnya. Data tahun 1998 menunjukkan bahwa permintaan susu di Indonesia adalah sebesar 1.034,6 ribu ton. Demand ini dipenuhi dari produksi dalam negeri 1/3 dan 2/3 sisanya berasal dari impor. Jadi, lengkaplah alasan mengapa susu masih menjadi barang mahal.

Alasan kedua mengapa kita jarang minum susu adalah takut dengan masalah lactose intolerance. Pada usia bayi dan anak-anak tubuh kita menghasilkan enzim laktase dalam jumlah cukup sehingga susu dapat dicerna dengan baik. Ketika menginjak usia dewasa keberadaan enzim laktase semakin menurun sehingga sebagian dari kita akan menderita diare bila minum susu.

Penelitian di AS membuktikan bahwa konsumsi susu satu-dua cangkir pada penderita lactose intolerance tidak mendatangkan masalah. Dalam hal lactose intolerance ini tampaknya perlu bagi kita untuk sesering mungkin memperkenalkan susu kepada tubuh kita sehingga akan semakin terlatih untuk menerima laktosa. Ekspose susu secara terus-menerus mungkin akan bermanfaat bagi tubuh untuk tidak memberikan respons negatip terhadap kehadiran laktosa.

Piramida makanan di negara maju seperti Amerika menempatkan susu dan dairy products lainnya seperti keju dan mentega pada posisi puncak. Piramida makanan Indonesia menempatkan lauk-pauk secara keseluruhan (termasuk susu) pada posisi teratas. Hal ini menunjukkan bahwa susu bagi bangsa Indonesia belum memiliki status penting seperti halnya di negara-negara yang sudah maju.

Terkait dengan masalah osteoporosis (keropos tulang), maka susu mempunyai peranan penting untuk mencegah penyakit ini. Susu adalah sumber kalsium dan fosfor yang sangat penting untuk pembentukan tulang. Tulang manusia mengalami turning over yaitu peluruhan dan pembentukan secara berkesinambungan. Pada saat usia muda formasi tulang berlangsung lebih intens dibandingkan resorpsinya. Sementara pada usia tua resorpsi berlangsung lebih cepat dibandingkan formasinya. Itulah sebabnya pada usia tua terjadi apa yang disebut gradual lose of bone (proses kehilangan massa tulang).

Angka kecukupan gizi kalsium adalah 800-1200 mg/ orang/hari. Ini setara dengan tiga-empat gelas susu. Di Amerika yang konon masyarakatnya sangat banyak minum susu, ternyata, toh, tidak bisa juga memenuhi angka kecukupan gizi kalsium tersebut. Kontribusi dairy products (termasuk susu) terhadap kecukupan kalsium adalah 400 mg atau sekitar 35-50 persen (di AS). Di Indonesia, sumbangan susu terhadap kecukupan kalsium sekitar 20 mg karena kita hanya minum susu 15 tetes sehari.

Risiko osteoporosis akan semakin besar karena perilaku makan dan gaya hidup yang tidak benar. Mereka yang sering minum kopi, mengonsumsi gula, dan garam tinggi akan menyebabkan kalsium tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk pembentukan tulang. Para perokok berat harus lebih waspada terhadap osteoporosis, demikian pula wanita yang telah memasuki masa menopause.

Pentingnya susu bagi kesehatan tidak hanya menyangkut masalah osteoporosis. Susu diketahui mendatangkan manfaat untuk optimalisasi produksi melatonin. Melatonin adalah hormon yang dihasilkan oleh kelenjar pineal pada malam hari. Kehadiran melatonin akan membuat kita merasa mengantuk dan kemudian tubuh bisa beristirahat dengan baik. Susu yang mengandung banyak asam amino triptofan ternyata merupakan salah satu bahan dasar melatonin. Itulah sebabnya minum susu sebelum tidur sangat dianjurkan agar tidur kita lebih nyenyak.

Susu juga mempunyai kemampuan mengkhelat (mengikat) logam-logan berat yang bertebaran di sekitar kita akibat polusi. Dengan demikian susu bermanfaat untuk meminimalisir dampak keracunan logam berat yang secara tidak sengaja masuk ke dalam tubuh karena lingkungan yang terpolusi. Sangat baik kalau industri-industri yang melibatkan penggunaan logam berat menyediakan minuman susu bagi karyawannya.

Program gizi di negara maju senantiasa memasukkan susu sebagai komoditas wajib dalam Program Makanan Tambahan. Siswa-siswa di Amerika bisa menikmati Special Milk Program yang memberikan susu gratis atau bersubsidi. Anak-anak balita dan ibu hamil/menyusui dari kelas ekonomi rendah yang terdaftar dalam Program WIC (Women, Infants, and Children) bisa memperoleh susu sempai 15 liter per bulan tanpa mengeluarkan uang sepeser pun.

Bagaimana dengan Indonesia? Kita merasa beruntung bahwa USDA (United States Department of Agriculture) membantu murid-murid di Indonesia untuk bisa mengonsumsi susu seminggu tiga kali. Pada tahun 1999-2000 bantuan susu tersebut telah dimanfaatkan oleh 465.673 siswa (khususnya di Jawa). Bantuan kemudian diperluas dengan susu kedelai dan sasarannya tidak hanya SD di Jawa tetapi juga di luar Jawa.

Ternyata negara lain (AS) ikut memikirkan SDM kita yang terpuruk. Pada tahun 1997-1998 berdasarkan Human Development Index UNDP negara Indonesia menduduki peringkat 99, peringkat ini hampir menyamai Filipina (98). Namun, tahun 1999 peringkat SDM kita merosot menjadi ke-105, sedangkan Filipina kondisinya semakin bagus dan menduduki peringkat ke-77. Kondisi kita hanya satu kelas lebih baik dibandingkan Vietnam.

Sangat tragis bahwa Indonesia yang sudah bercita-cita akan segera tinggal landas dan bersaing dengan negara-negara di Asia, kini tampak semakin uzur dan tak berdaya. Perbaikan SDM harus dilakukan dengan investasi di bidang gizi/ kesehatan dan pendidikan.

Program-program gizi di Indonesia dengan sasaran anak sekolah maupun anak balita sebaiknya tidak perlu alergi dengan susu. Susu sudah diakui sebagai minuman bergizi dan bergengsi. Sementara itu, masalah lactose intolerance tidak perlu terlalu dibesar-besarkan. Saya yakin banyak anak Indonesia yang bisa minum susu tanpa harus khawatir dengan diare. Apalagi industri susu kini sudah menerapkan teknologi tinggi seperti Ultra High Temperature (UHT) yang disertai kemasan aseptik sehingga susu dapat diminum kapan saja tanpa memerlukan alat penyimpan berpendingin. Susu hasil pemrosesan ini tahan disimpan berbulan-bulan dalam suhu ruang karena sudah steril.

Proses UHT juga berupaya untuk meminimalkan kerusakan gizi karena susu dipanaskan dalam suhu 140 derajat hanya dalam hitungan detik.

Program gizi untuk siswa seperti PMT-AS kini nyaris tenggelam karena otonomi daerah. Oleh karena itu, rintisan program susu sekolah sumbangan AS (USDA) perlu dipikirkan exit strategy-nya setelah bantuan berakhir. Bisakah pemerintah memberikan susu gratis pada generasi usia sekolah yang sedang sangat membutuhkan gizi ini?

Kalau tidak bisa, maukah pemerintah memberikan subsidi sehingga anak-anak di sekolah bisa membeli susu dengan harga murah?

Daripada mereka membeli jajanan dengan kualitas gizi dan keamanan pangan yang rendah akan lebih baik kalau sejak dini mereka membiasakan diri jajan susu bersubsidi.

Susu hanyalah salah satu makanan bergizi yang sampai saat ini masih dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Karena harga susu mahal dan budaya minum susu belum tertanam di kalangan masyarakat, maka diperlukan waktu untuk menjadikan susu sebagai food habits.

Prof Dr Ali Khomsan, Dosen Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga IPB

Posted in Fisiologi Produksi Hewan | Leave a Comment »

Susu Organik Mengandung Omega 3 dan Anti Oksidan Lebih Tinggi

Posted by Bioma pada 4 Juni, 2008

Omega-3
Penelitian yang dilakukan di Inggris oleh Institute of Grassland and Environmental Research (2003) dan Universitas Aberdeen (2004) menunjukkan bahwa susu organik mengandung omega-3 lebih tinggi (71%) ketimbang susu non organik. Begitu juga dengan rasio omega-3 dan omega-6, ternyata susu organik lebih baik daripada susu non organik.

Omega-3 berguna untuk menurunkan kadar lemak darah (kolesterol dan trigliserida). Zat ini mencegah pembekuan darah, yang disebabkan oleh trombosit, sehingga tidak terjadi penyumbatan pada pembuluh darah arteri yang pada akhirnya dapat melindungi jantung dan pembuluh darah dengan cara menurunkan kadar kolesterol dan trigliserida darah.

Sementara untuk bayi, omega-3 penting untuk perkembangan fungsi saraf dan penglihatan. Bahkan jauh sebelum bayi lahir, tepatnya saat proses tumbuh kembang otak, ibu hamil dianjurkan mengkonsumsi makanan yang mengandung omega-3.

Di usia dewasa, omega-3 mempunyai peran khusus. Otak, susunan saraf pusat dan saraf tulang punggung, sebagian besar terdiri atas asam lemak tak jenuh (esensial). Kerusakan susunan saraf ini banyak disebabkan oleh kurangnya asam lemak esensial (omega-3 dan omega-6), sehingga menyebabkan hilangnya daya ingat di usia menengah dan turunnya fungsi otak secara drastis (premature senile dementia).

Omega-3 juga berperan penting dalam meningkatkan kekebalan tubuh dan menghambat beberapa jenis kanker. Selain itu juga dapat menurunkan resiko penyakit jantung koroner hingga 50%, menekan kolesterol jahat (LDL) sehingga mengurangi resiko aterosklerosis (penyumbatan pembuluh darah) yang sering menyebabkan penyakit jantung koroner atau stroke.

Vitamin E, Vitamin A dan Anti Oksidan
Hasil penelitian Jacob Holm, ahli bio kimia dari Institut Ilmu Pertanian Denmark yang bekerjasama dengan Universitas Newcastle Inggris dalam program Quality Low Impact Food menyatakan bahwa susu organik mengandung vitamin E, vitamin A dan anti oksidan lebih tinggi ketimbang susu non organik.

Sapi yang dipelihara secara organik, digembalakan dan diberi pakan rumput segar, hasil produksi susunya mengandung vitamin E (alfa tokoferol) 50% lebih tinggi, dan beta karoten (di dalam tubuh diubah menjadi vitamin A) 75% lebih tinggi, serta kandungan anti oksidan lutein dan zeaxanthine dua sampai tiga kali lebih tinggi.

Meminum setengah liter susu organik mengandung 17,5% vitamin E yang diperlukan oleh wanita dan 14% bagi pria. Juga mengandung beta karoten yang sama banyaknya dengan seporsi sayuran.

Anti Tumor
Semua susu mengandung asam linoleat terkonyugasi (conjugated linoleic acid=CLA) yang dipercaya menambah kekebalan tubuh dan mengurangi pertumbuhan tumor. Kandungan CLA dalam susu organik lebih tinggi, hal ini kemungkinan karena sapi organik lebih banyak diberi makan rumput dan pakan alami ketimbang pakan berkonsentrat.

Bebas Residu Pestisida dan Kontaminasi Lainnya
Susu yang dihasilkan dari ternak sapi organik dapat mengurangi resiko terkonsumsinya residu pestisida yang terbawa pada susu. Hal ini karena padang rumput tempat penggembalaan sapi pada peternakan organik tidak menggunakan pestisida (insektisida, fungsida atau herbisida).

Dr. Vyvyan Howard, seorang patologis dan ahli toksilogi Jurusan Anatomi Manusia dan Biologi Sel Universitas Liverpool Inggris mengatakan bahwa peningkatan bahaya bahan kimia dalam tubuh manusia telah terjadi sejak Perang Dunia II ketika pertanian dikelola secara intensif. Dalam 50 tahun terakhir, Dr. Howard telah menelusuri 300-500 bahan kimia berbahaya yang potensial diserap tubuh manusia.

“Saat ini batas keselamatan pangan resmi didasarkan pada penelitan kimia-petanian. Tidak ada tes toksikologi untuk kombinasi kimiawi, meskipun pada kenyataannya penelitian-penelitian tersebut menyarankan bahwa dampak penggabungan bahan-bahan kimia dapat lebih berbahaya. Mengkonsumsi pangan yang ditanam secara organik adalah cara efisien untuk menghindari bahan-bahan kimia tersebut.”

Pada Desember 2001, sebuah laporan pemerintah Inggris menyatakan bahwa ditemukan pestisida berbahaya (Lindane) sebanyak 18% pada contoh susu non-oganik di seluruh Inggris. Lindane adalah hormon pengganggu yang berkaitan dengan cacat-lahir, kelainan seksual, gangguan reproduksi dan kanker payudara. Laporan yang sama membuktikan bahwa contoh-contoh mentega yang dites mengandung DDT, yang dapat merusak susunan syaraf dan dapat menyebabkan kanker pada manusia. Dan tidak ditemukan residu pestisida pada contoh-contoh pangan organik yang dites.

Karena standar pangan organik yang ketat, maka para petani Inggris merupakan ujung tombak praktik-praktik pertanian organik Eropa. Para petani organik Inggris tidak menggunakan pestisida dari kimia sintesis, ini berarti bahwa makanan dijamin tidak mengandung bahan kimia yang dapat merusak kesehatan keluarga.

Beberapa pakar percaya bahwa anak-anak rentan terhadap residu pestisida – jumlah makanan yang mereka konsumsi lebih banyak ketimbang orang dewasa, sistem organ yang belum matang dan keterbatasan kemampuan dalam detoksifikasi bahan-bahan berbahaya tersebut.

Dan maraknya masalah kesuburan pada manusia sangat berkaitan dengan pestisida. Lima dari 12 kasus mencurigai residu pestisida sebagai penyebab gangguan hormon yang disebabkan oleh bahan kimia.

Antibitotik dan Hormon Kesuburan
Sapi organik hanya diberi antibiotik saat sakit, berbeda dengan sapi non organik yang diberi antibiotik secara rutin sebagai tindakan pencegahan. Jika sapi organik diberi antibiotik, maka sapi tersebut ‘diistirahatkan dulu’. Dengan kata lain susu yang dihasilkannya tidak dapat dikonsumsi sebagai susu organik selama sedikitnya 2×48 jam.

Hormon Pemacu Pertumbuhan (HPP) pada ternak bertujuan untuk meningkatkan berat badan ternak tanpa harus diberi pakan dalam jumlah banyak dan meningkatkan kesuburan ternak. Hormon ini umum digunakan pada ternak sapi, domba, unggas.

HPP dapat berdampak pada pubertas dini pada anak-anak, gangguan hormon seks dan kanker payudara. Sapi organik dilarang menggunakan hormon kesuburan.

GMO (Genetically Modified Organisms/Organisme Hasil Rekayasa Genetik)Susu organik dihasilkan dari sapi yang tidak diberi makan dari pakan yang mengandung organisma hasil rekayasa genetika. Pakannya bebas dari ekstrak-ekstrak pelarut dan urea, sehingga susu organik kemungkinan tidak mengandung bahan hasil rekayasa genetika atau residu pelarut.

Sapi Gila

Penyakit sapi gila (Bovine Spongiform Encephalopathy=BSE) muncul sekitar tahun 90-an. Penyakit ini pernah mewabah di Inggris dan Kanada pada tahun 1995 dan 2001. Penyebabnya belum jelas, para ahli menyebut prion, yaitu protein yang hidup, sebagai penyebabnya. Penyakit ini menyebabkan otak sapi berubah menjadi seperti spon atau karet busa. Jika otak sudah seperti ini, otomatis tak dapat lagi berfungsi, lalu timbul gejala-gejala fisik seperti kegilaan pada sapi. Jalan sempoyongan, tidak nafsu makan, keluar air liur dan matanya mengeluarkan air terus menerus.

Untuk menghasilkan daging dan susu dalam jumlah banyak, sapi yang secara alami memakan tumbuh-tumbuhan, dipaksa menjadi karnivora dan melakukan praktek kanibalisme secara tidak langsung dengan memberi pakan yang berasal dari lambung kelenjar/perut hewan lain.

Untuk memenuhi kebutuhan protein pada pakan ternak, sapi atau biri-biri yang dipotong, jeroannya tidak dimakan dan tidak juga dibuang. Melainkan diolah, digiling lagi untuk dijadikan pakan hewan sebagai sumber protein bagi ternak. Bagian-bagian tubuh sapi yang tidak dijual dibuat menjadi tepung. Pakan ini yang dinamakan tepung darah, tepung tulang, tepung hati dan sebagainya. Nah, sumber protein itulah yang sejak tahun 90-an dianggap sebagai pemicu munculnya sapi gila dan mewabah di Inggris dan Kanada pada tahun 1995 dan 2001.

Sapi organik tidak pernah diberi pakan yang berasal dari hewan, sehingga tidak ada kasus sapi gila di Inggris yang ditemukan berasal dari peternakan sapi organik.(**) (apr)

Sumber: http://www.omsco.co.uk dan berbagai sumber.

Posted in Fisiologi Produksi Hewan | Leave a Comment »